Gunung Sekincau adalah sebuah Gunung yang terletak di Kabupaten Lampung Barat meliputi wilayah Kecamatan Sekincau, Way Tenong, Air Hitam, Ulu Belu, dan Bandar Negeri Suoh. Gunung Sekincau memiliki ketinggian 1718 meter, atau setara dengan 5636 kaki dan masuk dalam kategori Gunung Aktif.
Dalam Pengelolaan TNBBS, Gunung Sekincau masuk dalam Register 46B Gunung Sekincau pada Seksi Pengelolaan TN Wilayah III Krui Bidang pengelolaan Wilayah II Liwa yang dibagi kedalam beberapa zona yaitu Zona Rehabilitasi, Zona Pemanfaatan, dan Zona Rimba.
Secara kasat mata, wilayah Register 46 B Gunug Sekincau sebagian besar vegetasinya telah berubah dari vegetasi tumbuhan hutan menjadi vegetasi jenis tanaman perkebunan dan pertanian. Dan hanya menyisakan sebagian kecil yang bervegatasi hutan alam yaitu berada pada lereng – puncak Gunung Sekincau.
Gunung Sekincau memiliki peranan sangat penting dalam perlindungan daerah penyangga yaitu sebagai catchment area bagi DAS Semaka, DAS Way Seputih Way Sekampung, dan DAS Tulang Bawang.
A. Letak dan Luas
Kegiatan analisa vegetasi dilaksanakan di Blok 3G Petak IV pada Resort Sekincau SPTN III Krui BPTN Wilayah II Liwa yang secara administrasi pemerintahan berada di sekitar Dusun Talang Enam Desa Padang Tambak Kecamatan Way Tenong Kabupaten Lampung Barat dan dalam sistem pengelolaan TN, lokasi kegiatan masuk dalam Zona Rimba.
Luas lokasi kegiatan analisa vegetasi adalah 1.600 ha meliputi Blok 3F, 3G, 4F, dan 4G. Namun dengan keterbatasan waktu dan anggaran pada tahun 2014 kegiatan dilaksanakan pada Blok 3G Petak 4. Selanjutnya untuk 3 blok lainnya akan direncanakan pada tahun berikutnya secara bertahap sesuai ketersediaan anggaran. Adapun luas lokasi yang dilakukan pada tahun 2014 adalah seluas ± 100 ha (1 km x 1 km) yang berada pada Blok 3G Petak 4.
A. Vegetasi
Vegetasi di sekitar lokasi kegiatan merupakan vegetasi hutan yang didominasi jenis tumbuhan berkayu jenis medang-medangan, kayu pasang, bengang, dan lain-lain jenis tumbuhan berkambium. Sebagian kecil ditemukan vegetasi jenis kopi yang ditanam perambah, dan semak belukar.
B. Topografi
Kondisi topografi lokasi kegiatan berupa gunung dan berada di Gunung Sekincau dengan ketinggian lokasi kegiatan sekitar 800 – 1600 m dpl.
C. Tanah
Pada umumnya bahan pembentuknya berupa bahan vulkan tersier, batuan plutonik masam. Terletak pada ketinggian antara 25-1.350 meter dari permukaan laut dan pada umumnya ber-lereng curam, agak curam, sampai sangat curam sekali dengan lereng lebih baik dari 30 %. Jenis tanah yang paling dominan adalah jenis tanah posolik merah kuning
Pembukaan kawasan untuk perladangan dan pemukiman (perambahan) yang menyebabkan hilangnya habitat telah menjadi ancaman utama bagi kelestarian kawasan TNBBS dan kelangsungan hidup spesies yang terancam di dalamnya. Kawasan register 46 B Sekincau yang meliputi daerah Sekincau, Suoh dan Ulu Belu merupakan salah satu areal/lahan di TNBBS yang tutupannya mengalami perubahan akibat perambahan. Berdasarkan citra satellite, perubahan tutupan lahan dari hutan menjadi tidak berhutan di daerah Sekincau terjadi sebelum tahun 1972. Dan berdasarkan informasi, kawasan hutan Sekincau dibuka sekitar tahun 1960-an oleh masyarakat pendatang, untuk pemukiman dan perkebunan kopi.
Adanya perubahan tutupan lahan di Register 46 B Sekincau berdampak pada perubahan ekologis diantaranya melalui perubahan struktur tumbuhan yang ada. Struktur dan peranan jenis tumbuhan didalam masyarakat tumbuh – tumbuhan merupakan pencerminan dari faktor ekologi jenis tumbuhan yang berinteraksi dengan masa lalu, kini dan yang akan datang. Untuk itu dalam rangka mengetahui kondisi daerah Sekincau dimasa lalu, mengerti keadaan sekarang yang terjadi dan menduga perkembangannya dimasa datang maka perlu dipelajari vegetasi di daerah Sekincau. Dalam hubungan tersebut, diperlukan kegiatan analisis vegetasi. Analisa vegetasi sendiri merupakan suatu cara untuk mempelajari susunan (komposisi jenis) dan bentuk (struktur) vegetasi atau masyarakat tumbuhan (Soerianegara dan Indrawan, 1998).
Analisis vegetasi adalah cara mempelajari susunan (komposisi jenis) dan bentuk (struktur) vegetasi atau masyarakat tumbuh-tumbuhan. Dalam ekologi hutan satuan yang diselidiki adalah suatu tegakan, yang merupakan asosiasi konkrit (Rohman dan Sumberartha, 2001).
Analisis vegetasi adalah suatu analisis dalam ekologi tumbuhan yang bertujuan membuat suatu deskripsi dan mendokumentasikan kondisi atau karakter masyarakat tumbuhan suatu ekosistem dalam hubungannya faktor – faktor ekologi seperti biotik dan klimatik (Smeins data Slack, 1982). Hal tersebut dimaksudkan untuk mengetahui dan memahamai bagaimana kondisi berbagai jenis vegetasi dalam suatu komuniats atau populasi tumbuhan bereaksi dan berkembang dalam skala waktu dan ruang.
Analisis vegetasi dapat digunakan untuk mempelajari susunan dan bentuk vegetasi atau masyarakat tumbuh-tumbuhan (Rohman dan Sumberatha, 2001) :
1. Mempelajari tegakan hutan, yaitu tingkat pohon dan permudaannya.
2. Mempelajari tegakan tumbuh-tumbuhan bawah, yang dimaksud tumbuhan bawah adalah suatu jenis vegetasi dasar yang terdapat dibawah tegakan hutan kecuali permudaan pohon hutan, padang rumput/alang-alang dan vegetasi semak belukar.
Dalam analisis vegetasi yang diperoleh adalah data kualitatif dan kuantitatif. Data kuantitatif merupakan data frekuensi, jumlah temuan/kehadiran, ukuran, basal area atau penutupan tajuk (coverage) diperoleh dari hasil pengamatan dan penghitungan dilapangan dengan luas daerah tertentu. Sedangkan data kualitatif cenderung diperoleh dari hasil pengamatan pada kawasan yang lebih luas (Setiadi dkk,1989).
Pemilihan cara atau metode tersebut pada umumnya tergantung dari :
1. Tujuan penelitian atau analisis vegetasi yang dilakukan.
2. Struktur dan tipe variasi yang dipilih
3. Karakteristik vegetasi seperti densitas, frekuensi, dominansi dan lain sebagainya.
4. Tingkat ketepatan dan keakurasian yang diinginkan.
5. Waktu dana dan tenaga yang tersedia.
Dalam pelaksanaan analisis vegetasi, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan agar informasi yang diperoleh merupakan data yang akurat antara lain :
1. Bentuk besar/luas dan jumlah unit sampel yang digunakan.
2. Metode dan teknik pengambilan sampel
3. Cara pengambilan sampel dilapangan
4. Objek yang akan diobservasi dan didata
5. Parameter vegetasi yang digunakan
6. Teknik dan metode analisi vegetasi yang digunakan
Sesuai dengan fungsinya, analisis vegetasi terutama digunakan untuk mempelajari struktur atau susunan dan bentuk vegetasi masyarakat tumbuh-tumbuhan, misalnya mempelajari tegakan hutan, yaitu tingkat pohon dan permudaannya atau mempelajari tegakan tumbuhan bawah, yaitu jenis-jenis vegetasi dasar yang terdapat di bawah tegakan hutan (kecuali permudaan pohon hutan), padang rumput atau padang alang-alang dan vegetasi semak belukar.
Dalam analisis vegetasi terdapat beberapa metode pengambilan data yang digunakan. Teknik sampling dalam analisis vegetasi yang paling banyak digunakan adalah : 1) metode kuadrat, 2) metode garis transek, dan 3) metode titik / point quarter techniques (soerinegara dan indrawan, 1998; cox, 1996). Analisis vegetasi untuk wilayah yang luas, yang komunitas vegetasinya terdiri dari jenis perdu atau semak rendah akan lebih efisien jika menggunakan metode garis transek. Untuk mempelajari struktur vegetasi hutan dengan pepohonan yang jaraknya masing-masing berjauhan, metode yang tepat adalah menggunakan metode kuadrat.
Dalam “teknik sampling”, drai segi ekologi floristic teknik “random sampling” hanya mungkin digunakan apabila kawasan dan vegetasinya bersifat homogen, misalnya padang rumput atau safana dan hutan tanaman. Pada umumnya untuk penelitian ekologi tumbuhan lebih sering digunakan “sistematyc sampling”, “sistematyc random sampling” atau kadang-kadang “purposive sampling”.
Karena titik berat analisis vegetasi terletak pada penelaahan tentang struktur dan komposisi jenis maka dalam menetapkan besar (jumlah ) dan banyaknya unit sampling perlu digunakan berupa titik atau kuadrat dengan cara kurva (lengkung ) jenis ( kurva spesies area ) (soerinegara dan indrawan, 1998). Kurva (lengkung) spesies ini diperlukan untuk menetapkan luas atau besar minimum kuadrat dan jumlah minimum kuadratnya yang dapat mewakili wilayah yang akan diteliti.
Dalam analisis vegetasi untuk meneliti struktur dan komposisi jenis pepohonan dan permudaannya dihutan, yang paling umum digunakan adalah :
1. Metode petak (kuadrat)
a. Cara petak tunggal
Menurut cara ini digunakan satu petak (kuadrat) berupa tegakkan hutan sebagai unit sampel. Besar unit sampel tidak boleh terlalu kecil sehingga tidak dapat menggambarkan keadaan hutan yang dipelajari. Ukuran minimum dari petak tunggal tergantung dari kerapatan vegetasi dan banyaknya jenis-jenis pohon. Semakin jarang pepohonan yang ada atau semakin banyak jenis-jenis tumbuhan, semakin besar ukuran kuadrat sebagai petak tunggal yang digunakan. Ukuran minimum ditetapkan dengan menggunakan kurva lengkung spesies. Luas minimum ditetapkan dengan dasar penambahan luas kuadrat yang tidak menyebabkan kenaikan jumlah jenis lebih besar dari 10% atau 5%. Dengan menggunakan kurva lengkung jenis untuk kebanyakan hutan hujan tropika menurut Richard pada umumnya diperlukan petak tunggal seluas 1,5 Ha, sebaliknya menurut vestal rata-rata luas petak tunggal yang diperlukan untuk hutan hujan tropika adalah 3 Ha (s oerinegara dan indrawan, 1998). Untuk itu unit sampel berbentuk persegi panjang akan lebuh efektif dari pada kuadrat berbentuk bujur sangkar.
b. Cara petak ganda
Menurut cara ini pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan banyak kuadrat yang diletakkan tersebar merata dengan secara sistematis. Penentuan besar atau luas unit sampel juga harus ditentukan kurva lengkung jenis. Di Indonesia biasanya digunaka kuadrat berukuran 0,1 Ha untuk pohon, 0,01 untuk anakan pohon sampling dan semak atau 0,001 Ha untuk tumbuh-tumbuhan bawah dan semai (seedling).
2. Metode transek
a. Cara jalur
Cara ini digunakan untuk vegetasi yang belum diketahui keadaan sebelumnya dan paling efektif untuk mempelajari perubahan vegetasi menurut keadaan tanah, topografi dan tigkatan ketinggian tanah (elefasi), misalnya dari tepi laut ke pedalaman, memotong sungai dan naik atau menuruni lereng pengunungan. Pada umumnya lebar jalur yang diguanakan adalah 10 meter atau 20 meter, dengan jarak masing-masing 200-1000 meter. Untuk luas tegakan hutan 100.000 Ha diperlukan intensitas luas tegakan sekitar 2 %.
Cara sampling di mana petak yang lebih besar mengandung petak-petak yang lebih kecil dinamakan nested sampling,seperti pada gambar di atas.
b. Cara garis berpetak
Cara ini dianggap sebagai modifikasi cara petak ( kuadrat berganda ) atau cara jalur,dengan cara melompati satu atau lebih petak-petak dalam jalur, jadi pada jalur rintisan terdapat petak-petak pada jarak tertentu yang sama. Dalam cara ini petak atau kuadrat sebagai unit sampel dapat berbentuk persegi panjang dan bujur sangkar yang luasnya 10 x 10 m, 20 x 20 m, atau 20 x 50 m atau lingkaran dengan jari-jari 17,8 m ( 0,1 ha ). Seperti cara petak ganda,cara garis berpetak ini pada petak untuk pohon dibuat petak-petak yang lebih kecil untuk tumbuhan yang lebih kecil dan permudaannya. Untuk pohon dilakukan cara jalur,sedang untuk seedling dan sapling dilakukan dengan cara berpetak.
2. Metode titik ( tanpa petak )
Cara ini digunakan untuk penelitian yang sekedar ingin mengetahui komposisi komunitas pepohonan dan dominasi jenisnya yang dilakukan dengan menaksir volume batang pohonnya. Berbagai metode titik yang digunakan,antara lain:
a. Metode Bitterlich
Dalam metode ini digunakan alat yang bernama “ tongkat bitterlich”, yaitu tongkat kecil panjangnya 66 cm yang ujungnya terpasang plat seng bujur sangkar berukuran 2 x 2 cm. Dengan mengangkat tongkat setinggi mata,alat tersebut diarahkan ke pepohonan yang akan diteliti yang ada disekeliling alat tersebut.
Dengan mengangkat tongkat setinggi mata yang diarahkan kepohon-pohon yang ada disekelilingnya, pohon yang terllihat bergaris tengah lebih besar dan sama dengan sisi plot seng dicatat nama dannukuran diameter batangnya,.
Untuk setiap jenis pohon yang dicatat kemudian dihitung dan ditentukan luas bidang dasar(basal areanya) dengan menggunakan rumus seperti berkut:
B= N/n x 2,3 m2 /ha
B= luas bidang dasar
N= banyaknya pohon jenis yang bersangkutan
N= banyaknya titik pengamatan untuk jenis yang ditemukan
2,3= faktor bidang dasar untuk alat tersebut
b. Metode Kuarter (Point Centered Method)
Metode Kuadran
Pada metode kuadran sebelum melakukan pengukuran, lebih dahulu garis kompas untuk menentukan titik-titik pengambilan sampel (sejumlah unit sample). Pada suatu titik sampel yang telah ditentukan kemudian dibuat kuadran(garis yang saling tegak lurus pada titik tersebut). Dari titik kuadran(satu titik sample masing-masing mempunyai 4 buah kuadran) dicatat dan diukur pohon yang berdekatan titik itu dengan data yang meloputi jenis, tinggi dan diameter batang setinggi dada, serta jarak terdekat pohon terhadap titik tersebut.
c. Metode Titik Berpasangan(Random Pair Method)
Pada metode ini pengukuran dan pendataa pada setiap unit sampel dilakukan pada titik-titik sepanjang garis kompas. Pada suatu titik unit sample dipilih lebih dahulu pohon yang terdekat dengan titik tersebut. Kemudian ditarik garis tegak lurus dengan arah dari titik kepohon terdekat dari titik tersebut atau kalau menggunakan busur derajat, arahkan garis dengan sudut 900 ke pohon itu. Pohon kedua yang dipilih adalah pohon yang terdekat pada pohon pertama yng letaknya di bagian lain yang dibatasi oleh garis pertama.
A. PARAMETER VEGETASI UNTUK ANALISIS VEGETASI
Berbagai parameter ekologi yang sering digunakan dalam analisis vegetasi pada dasarnya merupakan parameter atau besaran yang dapat menjadi petunjuk tentang karakteristik suatu jenis, populasi atau komunitas tumbuhan. Parameter tersebut dapat digunakan untuk mengetahui tentang jenis dan komposisi jenis suatu komunitas tumbuh-tumbuhan. Kelimpahan, keragaman, kerapatan atau kepadatan, bentuk hidup dan sebagainya.
Secara ekologis perlu dan penting untuk membeda-bedakan bermacam-macam vegetasi menurut bentuk hidup dan pertumbuhannya, seperti rerumputan, herba, semak, liana, epifit atau pepohonan, yang bentuk pertumbuhanya seperti semak, belta atau pancang tiang, pohon dan tumbuhan bawahnya perlu diketahui. Untuk menentukan bentuk pertumbuhan tersebut (dalam Soerianegara dan Indrawan 1998 dan Kusmana dan Istomo, 1995) membuat batasan untuk berbagai tingkatan bentuk hidup sebagai berikut :
1. Semai (seedling atau belta) : bentuk pertumbuhan (permudaan) muai dari kecambah sampai anakan yang mempunyai tinggi kurang dari 1,5 m atau 0-30 cm dan 30-150 cm
2. Pancang (sapihan atau sapling/terna) : bentuk pertumbuhan berupa anakan dengan ketinggian setinggi 1,5 m dengan diameter batang kurang dari 10 cm atau 1,5-3 m, 3-5 m dan 5-10 m.
3. Tiang (pole) : pohon muda dengan diamater batang 10 cm-<20 cm (10-35 cm)
4. Pohon (tree) : pohon dewasa dengan diameter batang 20 cm atau lebih.
5. Tumbuhan bawah : tumbuha-tumbuhan selain bentuk pertumbuhan pohon, seperti rerumputan, herba, semak dan sebagainya.
Khusus untuk tumbuhan bakau (mangrove) bentuk pertumbuhan pada tingkat tiang di tindakan sehingga tingkatan pohon meliputi semua pepohonan yang mempunyai diameter batang 10 cm lebih. Selain itu diameter pohon diukur pada ketinggian 20 cm di atas akar tunjang (misalnya pada tumbuhanRhizophora spp.) dan ketinggian 20 cm di atas banir untuk jenis non- Rhizophora spp. Untuk pohon yang tidak berakar tunjang dan berbanir pengukuran diameter pohon dilakukan pada ketinggian 1,3 m di atas permukaan tanah (DBH =diameter at breast height).
Dalam analisis vegetasi, parameter vegetasi yang dicatat yang biasanya dilakukan langsung di lapangan adalah :
1. Nama jenis (spesies) (lokal dan ilmiah)
2. Frekuensi kehadiran setiap jenis
3. Jumlah individu untuk menentukan kerapatan
4. Penutupan tajuk untuk menentukan penutupan (coverage) vegetasi terhadap permukaan tanah.
5. Diameter (garis tengah batang) untuk menentukkan luas bidang dasar yang sangat berguna untuk memprediksi volume pohon dan tegakan
6. Tinggi pohon, untuk menentukan stratifikasi dan menduga volume pohon serta volume tegakan.
7. Pemetaan lokasi individu tiap jenis tumbuhan atau pohon untuk menentukan pola sebaran spasial pada berbagai area.
Pada dasarnya hampir semua kegiatan pengukuran untuk analisis vegetasi dilakukan pengukuran terhadap jenis-jenisnya, kerapatan atau jumlah individu per jenis, frekuensi kehadirannya, diameter batang atau luas penutupan tajuk dan tinggi pohon. Walaupun demikian, parameter vegetasi yang diukur akan tergantung pada informasi yang dikehendaki dan tujuan penelitian.
Lokasi pelaksanaan kegiatan analisa vegetasi seluas 100 ha dengan tutupan hutan dan tidak berhutan yang termasuk kedalam Resort Sekincau, SPTN Wilayah III Krui, BPTN Wilayah II Liwa lebih tepatnya berada pada Zona Rimba Gunung Sekincau Blok 3G Petak 4 yang dilakukan oleh 5 (lima) Tim. Masing-masing Tim memiliki tugas melakukan analisa vegetasi seluas ± 20 ha ukuran 200 m x 1.000 m. Lokasi yang Tim II berada pada Sub Petak 2.
Sedangkan waktu pelaksanaan kegiatan di lapangan direncanakan selama 10 (sepuluh) hari yaitu pada tanggal 6 – 15 Februari 2014.
B. Bahan dan Alat
Peralatan yang digunakan dalam pembuatan analisa vegetasi di daerah Sekincau adalah sebagai berikut :
1. Peta kerja skala 1 : 50.000
2. Global positioning system(GPS)
3. Kompas
4. Pita ukur diameter pohon (phiband)
6. Tambang plastik/Tali rafia ukuran 20 m
7. Meteran 30 m
8. Parang/Golok
9. Kamera digital
10.Tally sheet
11.Alat tulis menulis
Sedangkan, bahan yang digunakan adalah vegetasi di daerah Resort Sekincau.
C. Pelaksana
Pelaksana kegiatan analisa vegetasi teridiri dari tenaga teknis, fungsional PEH.
Metode Pengambilan Data
1. Cara Pengambilan Data
Analisis vegetasi di daerah Sekincau dapat menentukan jumlah petak yang digunakan melalui intensitas sampling (IS), yaitu menurut Boon dan Tideman (1950) bahwa analisis vegetasi di Indonesia dengan metode jalur dengan menghitung lebar antara 10-20 m dengan jarak antar jalur 200-1000 m dan IS yang digunakan untuk luas hutan > 10.000 ha menggunakan IS sebesar 2%, sedangkan untuk luas hutan < 1000 ha menggunakan IS sebesar 10%.
Titik awal melakukan analisis vegetasi dengan menentukan petak contoh pertama secara acak dan tegak lurus dengan kontur. Petak sampling yang ditentukan seminimal mungkin tetapi merupakan lokasi yang dapat mewakili. Selain itu, untuk mengoptimalkan ukuran dan jumlah petak yang mewakili komunitas tumbuhan dapat digunakan dengan cara kurva species area.
1. Jumlah petak contoh disesuaikan dengan luas contoh dan ukuran petak (Soerianegara dan Indrawan 1988).
2. Metode Analisis Vegetasi
Dalam metode ini risalah pohon dilakukan dengan metode jalur dan permudaan dengan metode garis berpetak. Metode kombinasi antara metode jalur dan metode garis berpetak :
Gambar 4 Desain Unit contoh Vegetasi
Dalam survei ini digunakan kriteria sebagai berikut:
a. Semai adalah anakan pohon mulai kecambah sampai setinggi <1,5 meter.
b. Pancang adalah anakan pohon yang tingginya ≥1,5 meter dengan diameter <7 cm.
c. Tiang adalah pohon muda yang diameternya dimulai 7 cm sampai dengan 20 cm.
d. Pohon adalah tanaman dewasa berdiameter ≥20 cm.
Mengidentifikasi jenis dan jumlah serta mengukur diameter (DBH) dan tinggi (tinggi total dan bebas cabang) untuk tiang dan pohon.Sedangkan untuk tingkat semai dan pancang hanya mengidentifikasi jenis dan jumlahnya saja. Data hasil pengukuran dicatat dalam tally sheet.
1. Parameter Analisis Vegetasi
Penghitungan analisis vegetasi adalah sebagai berikut (Soerianegara dan Indrawan 2008):
Indeks Nilai Penting (INP)
INP = KR + FR (untuk semai dan pancang)
INP = KR + FR + DR (untuk tiang dan pohon)
Luas bidang dasar jenis ke-i
Keterangan : di = diameter setinggi dada (± 130 cm)
1. Analisis Data Vegetasi
Data yang diperoleh dianalisis melalui beberapa tahapan mulai dari penyusunan data, identifikasi nama ilmiah sampai pengolahan data dengan menggunakan kalkulator. Menghitung indeks kekayaan jenis Margalef (Magurran, 1998) dengan pendekatan:
DMg = (S-1)/ln N
Keterangan :
DMg = indeks kekayaan jenis Margalef
S = jumlah jenis yang ditemukan
N = jumlah individu seluruh jenis yang ditemukan
Menghitung kelimpahan jenis dengan pendekatan indeks Shannon-Wiener
H’ = -Σ pi ln pi dengan pi = ni/N
Keterangan : H’ = indeks keanekaragaman famili
Pi = proporsi nilai penting
ni = jumlah individu jenis ke-i
Ln = logaritma natural
Jumlah individu jenis ke-i (ni) diperoleh dengan memperhitungkan nilai kemunculan jenis tersebut dari seluruh plot pengamatan di setiap titik pengambilan sampel :
ni = frekuensi x jumlah individu yang tertangkap
Frekuensi = Σ plot ditemukan jenis ke-i
seluruh plot pengamatan
Menghitung indeks kemerataan dengan pendekatanm :
E = H’/ln S
E = indeks kemerataan jenis
S = jumlah famili
H’ = indeks keanekaragaman family
Hasil
Keanekaragaman jenis menurut Odum (1993) adalah perbandingan antara jumlah jenis dan nilai penting (jumlah jenis, biomassa, dan produktivitas) yang dikontrol sifat-sifat fisik (dipengaruhi faktor pembatas) dan cenderung tinggi pada ekosistem yang dipengaruhi oleh sifat-sifat biologi.
Tabel 7. Nilai INP dan jenis dominan di Resort Sekincau Taman Nasional Bukit Barisan Selatan.
Tim
Jenis Tingkatan
INP
Spesies Dominan
2
Semai
20,49
Bengang
Pancang
22,10
Kelat
Tiang
34,45
Kemuning
Pohon
49,79
Pasang
Dominasi atau kemenonjolan menunjukkan bahwa spesies tersebut berkuasa terhadap spesies lain sehingga populasi lain sedikit banyak ditundukkan atau menurun jumlahnya (Ewusie 1990). Berdasarkan data tersebut diatas dapat kita ketahui bahwa jenis yang paling mendominasi pada lokasi yang survey adalah jenis Pasang. Hal ini menunjukkan bahwa jenis itu memiliki nilai kerapatan, frekuensi, dan dominasi yang tinggi. Kerapatan menyangkut tingkat keseragaman terdapatnya individu suatu spesies di dalam suatu daerah (Ewusie 1990), berarti pada areal pengamatan di Resort Sekincau, Taman Nasional Barisan Selatan adalah jenis Pasang.
Sifat frekuensi yaitu tingkat seringnya jenis tersebut dapat dijumpai (Mayor 1985 dalam Kusmana 1989). Jenis yang memiliki nilai frekuensi terbesar berarti jenis tersebut memiliki penyebaran yang merata dan dapat dengan mudah ditemukan di Resort Sekincau, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan.
Tumbuhan yang dominan dapat dikatakan merupakan jenis yang telah menyesuaikan diri terhadap pengaruh gabungan faktor lingkungan yang ada pada habitatnya. Jenis yang memiliki nilai dominasi tertinggi telah berhasil beradaptasi dengan lingkungannya sehingga sehingga jumlah individu tersebut lebih banyak daripada jenis yang lainnya. Hal tersebut sesuia dengan pendapat Soerianegara dan Indrawan (2002) yang mengatakan bahwa tumbuhan mempunyai korelasi nyata dengan tempat tumbuh dalam hal penyebaran jenis, kerapatan, dan dominasinya.
Analisis Keanekaragaman Tumbuhan
Keanekaragaman hayati atau biodiversitas adalah suatu istilah pembahasan yang mencakup semua bentuk kehidupan, yang secara ilmiah dapat dikelompokkan menurut skala organisasi biologisnya, yaitu mencakup gen, spesies serta ekosistem dan proses-proses ekologi dimana bentuk kehidupan ini merupakan bagiannya (Leveque dan Maundau 2003). Keragaman jenis juga dapat digunakan untuk mengukur stabilitas komunitas, yaitu kemampuan suatu komunitas untuk menjaga dirinya tetap stabil meskipun ada gangguan terhadap komponen-komponennya (Soegianto 1994).
Berdasarkan data dapat dilihat pada tabel 4 nilai indeks kekayaan, keanekaragaman dan kemerataan tumbuhan yang ada.
Tabel 8 Indeks keanekaragaman tmbuhan Resort Sekincau, TNBBS
TIM
Dmg
H’
E
1
3,10
6,23
0,94
3,32
7,96
0,93
3,55
10,32
0,90
3,41
9,51
0,87
2,94
5,13
0,86
2,98
6,59
0,80
3,24
7,56
0,88
10,10
0,82
3
0,81
1,10
0,42
1,67
0,35
1,18
2,03
0,49
1,11
2,20
4
3,02
1,77
0,63
3,34
2,02
0,71
4,04
2,38
6,06
2,69
0,77
5
3,09
7,69
4,01
14,47
0,91
3,74
10,47
0,97
3,81
13,27
Berdasarkan Magurran (1988) berdasarkan R1 dan R2 menunjukkan nilai dibawah 3,50 yang berarti tingkat kekayaannya rendah. Sementara itu, nilai H’ yang diperoleh di Resort Sekincau, TNBBS berbeda-beda. Untuk tingkat semai dan pancang keanekaragaman yang tergolong tinggi adalah kelompok satu, empat, dan lima. Pada tingat tiang dan pohon keanekaragaman jenis yang tergolong tinggi adalah tim satu, dua, empat, dan lima. Sedangkan untuk tim empat hampir disemua tingkatan nilai keanekargaman jenis tumbuhannya rendah. Sementara itu, dari dua indeks yang telah dihitung dapat ditemukan indeks kemerataan. Untuk tim satu, dua dan lima memiliki kemerataan jenis yang merata baik dari tingkat semai maupun sampai tingkat pohon.
Besarnya nilai indeks Margalef di Tim dua menunjukkan bahwa di lokasi tersebut terdapat banyak spesies dan jumlah individu yang melimpah dibandingkan dengan jumlah spesies dan individu tim tiga. Hal tersebut dikarenakan lokasi tim tiga tidak memiliki pengenal jenis yang memadai bila dibandingkan dengan tim lainnya. Selain itu, intensitas cahaya unsur hara yang diperoleh cukup memadai sehingga jenis-jenis tanaman yang ada di Resort Sekincau, TNBBS dapat tumbuh dengan subur.
Nilai kemerataan jenis berdasarkan Shanon-wiener menunjukkan bahwa pada tim satu, dua, empat, dan lima tingkat keanekaragamannya lebih tinggi dibandingkan dengan tim tiga. Nilai kemerataan jenis di lokasi tim satu, dua, empat, dan lima menunjukkan di lokasi tersebut komposisi penyebarannya lebih merata, tidak didominasi suatu jenis.
Pada kesempatan ini kami dapat simpulkan bahwa:
1. Ditemukan sebanyak 63 jenis tumbuhan berkayu pada lokasi Sub Petak 2 Petak 4 Blok 3G Resort Sekincau dengan rincian tingkat pertumbuhan Pohon sebanyak 63 jenis, disusul Pancang sebanyak 41 jenis, Tiang sebanyak 40 jenis, dan paling sedikit Semai sebanyak 31 jenis.
2. Pada Tingkat Semai jenis tumbuhan yang mendominasi adalah jenis Kelat, tingkat Pancang didominasi jenis Bengang, pada Tingkat Tiang di dominasi jenis Kemuning, dan pada Tingkat Pohon didominasi jenis Pasang.
3. Sub Petak 2 memiliki keanekaragaman yang tergolong tinggi untuk semua tingkatan pertumbuhan mulai dari semai, pancang, tiang, dan pohon.
4. Sub Petak 2 memiliki kemerataan jenis yang merata baik dari tingkat semai maupun sampai tingkat pohon.
5. Nilai kemerataan jenis berdasarkan Shanon-wiener menunjukkan bahwa lokasi Sub Petak 2 memiliki tingkat keanekaragamannya lebih tinggi dibandingkan dengan Sub Petak 3.