perburuan terhadap satwa HBG adalah harga kulit harimau dan bagian-bagian tubuhnya, gading gajah serta cula badak di pasar gelap yang cukup tinggi. Alat yang umum digunakan adalah jerat (seling baja), racun, senjata api laras panjang dan jenis locok serta granat. Akibat perburuan liar, populasi HBG di TNBBS menurun dari tahun-ke tahun.
4. Kebakaran Hutan (Forest Fire)
Kebakaran hutan terjadi pada saat musim kemarau dimana petani dan para perambah membuka lahan baru (land clearing) dengan cara membakar semak-semak yang akhirnya menjalar menjadi kebakaran hutan dan lahan. Untuk mencegah terjadinya hal ini, Balai Besar TNBBS membentuk dan melatih masyarakat peduli api (MPA) di beberapa desa yang berbatasan langsung dengan kawasan TNBBS, patroli pencegahan karhut, penyuluhan dan sosialisasi bahaya kebakaran hutan dan lahan.
Pendirian menara pengawasan yang dibangun di daerah strategis untuk memantau terjadinya kebakaran hutan cukup efektif untuk deteksi dini, penambahan serta peningkatan kualitas dan kuantitas peralatan pemadaman kebakaran hutan di tingkat SPTN dan Resort diharapkan mampu mengendalikan bahaya kebakaran hutan lebih cepat, tepat dan akurat.
5. Konflik Satwa dengan Manusia
Kurangnya kesadaran masyarakat akan fungsi taman nasional dijadikan alat oleh sebagian masyarakat untuk mengklaim keberadaan batas dengan alasan belum jelasnya tata batas, walaupun sudah berulangkali dilakukan sosialisasi dan rekonstruksi tata batas.
TNBBS telah melakukan berbagai upaya untuk menekan perambahan, melalui kegiatan operasi gabungan penurunan perambah dan pemusnahan tanaman eksotik seperti kopi, coklat, lada dan padi. Selain itu, banyak upaya juga yang telah dilakukan terhadap kasus illegal logging, pencurian hasil hutan dan perburuan liar yang menunjukkan hasil secara signifikan berdampak lokal, propinsi bahkan tingkat nasional. Diakui bahwa keseriusan upaya penegakan hukum bidang kehutanan dimulai dari TNBBS. Terbukti dengan jumlah kasus yang ditangani PPNS Balai Besar TNBBS, beberapa putusan/ vonis hakim yang dijatuhi PN cukup setimpal terhadap pelaku tipihut.
Dari matrik tersebut di atas, terlihat adanya peningkatan penegakan hukum yang dilakukan oleh Balai Besar TNBBS. Tahun 2004 dan 2006 jumlah perkara tipihut yang ditangani PPNS BBTNBBS terbanyak selama kurun 10 tahun terakhir. Kurun waktu 2007 s/d 2010 kecenderungan penanganan perkara menurun, ada kecendrungan masyarakat semakin sadar hukum dan pengaruh positif kegiatan penyuluhan dan pembinaan daerah penyangga/sekitar kawasan. Namun kewaspadaan terhadap pelaku tipihut harus selalu ditingkatkan mengingat pertambahan jumlah penduduk akan mempengaruhi/ mengancam eksistensi/ integritas kawasan dan SDA hayati di dalamnya.
Selain tindakan represif, BBTNBBS telah melakukan berbagai upaya untuk mengajak masyarakat, khususnya yang berada di sekitar kawasan untuk berperan aktif dalam pengelolaan taman nasional. Upaya-upaya tersebut meliputi :
- Rekonsrtuksi, penyuluhan dan sosialisasi tata batas
- Koordinasi intensif stakeholders
- Pengembangan ekonomi masyarakat sekitar melalui bantuan bibit tanaman hutan dan pelatihan ketrampilan masyarakat (pelatihan jamur, kerajinan bambu)
- Membentuk tim pengamanan hutan terpadu oleh SK Bupati
- Pameran KSDA , promosi, kampanye, dan ekspose
- Pembinaan masyarakat seperti : Pembinaan Masyarakat Peduli Api (MPA),
pemandu wisata, satgas mitigasi konflik manusia dan satwa liar.
- Melibatkan masyarakat dalam perlindungan dan pengamanan hutan (MMP)
- Pelibatan masyarakat dalam pengembangan wisata alam, pengembangan daerah
penyangga dan zona pemanfaatan TNBBS.
- Meningkatkan colaborative management dengan multistakeholder
6. Manajemen Kolaborasi
Upaya untuk mengajak multistakeholders dan masyarakat membangun TNBBS telah dilakukan. Saat ini terdapat mitra yang menyatakan diri turut membantu pengelolaan TNBBS seperti WWF-BBS, WCS-IP, RPU- YABI, Konsorsium Unila- PILI, PT. AKN – TWNC (pengamanan hutan 45.000 ha kawasan TNBBS), BBPJN III, MoU Balai Besar TNBBS – Pemda Lambar, Yayasan OWT, Yayasan IAR Indonesia, dan PT. Natarang Mining. Sangat disayangkan, komitmen tersebut masih lebih banyak di atas kertas atau ada implementasi tetapi tidak/kurang sinergis dengan program prioritas TNBBS.
7. Operasi Penurunan Perambah dan Pemusnahan Tanaman Eksotik
Kawasan TNBBS merupakan benteng terakhir keberadaan hutan primer di Propinsi Lampung dan Bengkulu dengan berbagai fungsinya sebagai penyangga hidup dan kehidupan manusia dan penyangga keberlanjutan pembangunan sektor lainnya. Upaya nyata mutlak dilakukan untuk mengurangi tekanan tersebut. Tanpa mengesampingkan pentingnya berbagai pertemuan, komitmen, deklarasi, kesepakatan 4. Kebakaran Hutan (Forest Fire)
Akibat rusaknya habitat satwa, maka dampak yang ditimbulkan adalah semakin menyempitnya ruang gerak satwa (home range). Kondisi ini menyebabkan satwa jenis gajah, harimau dan beruang keluar ke perkebunan bahkan perkampungan, menghancurkan berbagai tanaman,rumah dan mengancam nyawa manusia.