Penyusunan Rencana Pengamanan Hutan Tahun 2015 mengacu pada visi pengelolaan TNBBS yang tertuang dalam Rencana Strategis Balai Besar TNBBS Tahun 2015-2019. Visi Balai Besar TNBBS tersebut adalah :
“Mewujudkan Kelestarian Fungsi Ekosistem dan Keanekaragaman Hayati Serta Memberikan Manfaat Pengelolaan Untuk Sebesar-besarnya Kesejahteraan Masyarakat”
Untuk mewujudkan visi tersebut dijabarkan melalui misi pencapaian dan sasaran strategis dalam kurun waktu 2015 – 2019 antara lain :
1. Memperkuat legitimasi keberadaan kawasan TNBBS ditandai oleh batas kawasan yang tetap dan diakui oleh para pihak dengan sasaran strategis kemantapan kawasan pengelolaan.
2. Meningkatkan kapasitas kelembagaan dan penguatan kompetensi pengelolaan kawasan konservasi serta keanekaragaman hayati dengan sasaran strategis mampu menetapkan tujuan pengelolaan ekosistem, menentukan kebijakan perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian.
3. Perbaikan tata kelola yang didukung oleh upaya revisi peraturan, kajian zonasi, kajian jalan alternatif dan atau terowongan, kajian peraturan yang tidak sesuai dengan perkembangan lingkungan, dengan sasaran strategis mengatasi konflik kewenangan pengaturan dan penegakan hukum.
4. Menerapkan pendekatan holistik dalam fokus pengelolaan adaptif dan kolaboratif dengan sasaran strategis mempertahankan representasi ekosistem yang khas, unik, asli dan langka.
5. Mengoptimalkan pemanfaatan jasa lingkungan, wisata alam, air baku, mikrohidro, panas bumi, TSL, karbon dan bioprospecting dengan sasaran strategis peningkatan kontribusi bagi pembangunan wilayah.
6. Menerapkan pengelolaan kolaboratif dalam rangka meningkatkan taraf kesejahteraan masyarakat, penyediaan lapangan kerja dengan sasaran strategis menanamkan kesadaran dan membangkitkan partisipasi aktif masyarakat dalam pengelolaan TNBBS secara adil dan bertanggung jawab.
Memperhatikan hasil analisis lingkungan strategis yang dilakukan melalui analisa SWOT bahwa strategi pengamanan hutan Tahun 2015 adalah dengan memanfaatkan kekuatan yang ada untuk menghadapi ancaman. Berdasarkan hal tersebut, strategi yang disusun dibagi menjadi 2 yaitu Kegiatan Pokok Pengamanan Hutan dan Kegiatan Pendukung Pengamanan Hutan.
Kegiatan pokok pengamanan hutan terdiri dari :
1. Peningkatan pengamanan hutan secara preventif dan refresif.
2. Penguatan kapasitas kelembagaan pengamanan hutan.
Sedangkan kegiatan pendukung pengamanan hutan terdiri dari :
1. Percepatan penetapan status kawasan TNBBS dan penyelesaian konflik batas di beberapa lokasi
2. Menggali dan mengembangkan potensi wisata alam dan jasa lingkungan TNBBS
3. Penyadartahuan masyarakat
4. Pemberdayaan masyarakat sekitar TNBBS
5. Tidak adanya pembangunan/penambahan jalan baru yang memotong kawasan TNBBS
6. Pembatasan volume kendaraan dan waktu perlintasan jalan tembus TNBBS
A. Kegiatan Pokok Pengamanan Hutan
Kegiatan Pokok Pengamanan Hutan merupakan kegiatan-kegiatan yang berhubungan secara langsung dengan aktivitas maupun kapasitas kelembagaan pengamanan hutan.
1. Peningkatan pengamanan hutan secara preventif dan refresif
Pengamanan hutan secara preventif dapat dilakukan melalui kegiatan :
a. Patroli pengamanan hutan
b. Penyadartahuan masyarakat
c. Membentuk forum komunikasi antar aparat penegak hukum
d. Membuat komitmen bersama dengan para tokoh politik dalam penegakan hukum kawasan konservasi TNBBS
Mengingat luasnya kawasan yang harus diamankan dan tingginya interaksi masyarakat terhadap kawasan TNBBS, intensitas pelaksanaan patrol kawasan TNBBS harus ditingkatkan. Kegiatan patroli pengamanan dilakukan melalui perondaan dan identifikasi potensi dan permasalahan kawasan, penjagaan pada tempat-tempat tertentu, penyuluhan, patroli mobil, dan patroli selektif.
Patroli pengamanan dilakukan bertujuan untuk meminimalisir niat dan kesempatan masyarakat untuk melakukan tindakan pelanggaran tindak pidana kehutanan. Adapun mekanisme pelaksanaan kegiatan patroli dapat dilakukan secara bersama-sama antara petugas resort dengan MMP dan Mitra Kerja.
Selain dengan patroli pengamanan, upaya preventif juga dilakukan melalui penyadartahuan oleh petugas setempat (resort) kepada masyarakat sekitar kawasan dan pemasangan papan-papan larangan/peringatan. Upaya lainnya dengan membentuk forum komunikasi antar aparat penegak hukum yang terdiri dari unsur kepolisian, kejaksaan, dan hakim. Adanya forum komunikasi ini diharapkan terbentuk kesamaan opini dan persepsi dalam penegakan hukum terhadap kawasan konservasi sehingga upaya penegakan hukum kepada para pelanggar tipihut dapat berjalan optimal. Dengan adanya kesamaan persepsi dan opini tentang kawasan konservasi, faktor keterbatasan jumlah personil BBTNBBS dalam upaya penyadartahuan hukum dan perundangan kawasan konservasi kepada masyarakat dapat dilakukan oleh para penegak hukum lain.
Untuk mengantisipasi adanya politisasi kawasan konservasi TNBBS oleh para oknum politisi pada saat musim pilkada/pileg, Balai Besar TNBBS diharapkan dapat berkoordinasi dengan para tokoh politik untuk secara bersama-sama dapat menegakan hukum kepada para pelaku tipihut di kawasan TNBBS dengan membuat komitmen bersama.
Pengamanan hutan secara refresif dilakukan melalui kegiatan:
a. Peningkatan Koordinasi Kerjasama dengan NGO/LSM, Aparat penegak Hukum (Kejaksaan, Polri dan TNI) dalam hal intelijen dan pengembangan jaringan informasi tipihut.
Masih maraknya pelanggaran tipihut illegal logging dan perburuan/perdagangan satwa liar adalah hal yang melatarbelakangi perlunya peningkatan koordinasi dengan lembaga yang memiliki kemampuan SDM dan anggaran untuk mendapatkan informasi jaringan para pelaku pelanggaran tipihut. Sampai saat ini sebagian besar penanganan kedua kasus tipihut tersebut baru sampai pada tingkat pelaksana lapangan, sedangkan para cukong/pemodal/ dan atau jaringan yang lebih besar belum tertangani.
b. Pengumpulan bahan dan keterangan termasuk pembelian informasi
Kegiatan ini bertujuan untuk mendapatkan informasi adanya pelanggaran tipihut yang dilakukan oleh unsur Balai Besar TNBBS. Hasil dari kegiatan ini dapat dilanjutkan dengan suatu kegiatan operasi pengamanan baik berupa operasi pengamanan fungsional maupun gabungan atau operasi pengamanan khusus.
c. Operasi Pengamanan Hutan Fungsional
Operasi pengamanan hutan fungsional merupakan langkah-langkah dan tindakan penertiban dan penegakan hukum yang dilaksanakan oleh unsur Balai Besar TNBBS dalam rangka mengamankan hutan dan hasil hutan. Operasi ini bersifat refresif yang dilakukan setelah adanya informasi yang akurat hasil pengumpulan bahan dan keterangan dan atau hasil intelijen oleh lembaga lain dengan tingkat pelanggaran tipihut masih dapat ditangani secara mandiri oleh Balai Besar TNBBS.
d. Operasi Pengamanan Hutan Gabungan
Operasi pengamanan hutan gabungan merupakan langkah-langkah tindakan penertiban dan penegakan hukum dalam rangka mengamankan hutan dan hasil hutan, bersifat refresif, dilakukan setelah adanya informasi yang akurat hasil pengumpulan bahan dan keterangan dan atau hasil intelijen oleh lembaga lain dengan tingkat pelanggaran tipihut, harus ditangani secara terpadu antara unsur Balai Besar TNBBS dengan unsur aparat penegak hukum lainnya dan atau para pihak terkait lainya.
e. Operasi Pengamanan Hutan Khusus
Operasi pengamanan hutan khusus merupakan langkah-langkah tindakan penertiban dalam rangka mengamankan hutan dan hasil hutan, bersifat refresif, dapat dilakukan setelah adanya informasi yang akurat hasil pengumpulan bahan dan keterangan dan atau hasil intelijen oleh lembaga lain dengan tingkat pelanggaran tipihut, harus ditangani secara terpadu antara unsur Balai Besar TNBBS dengan unsur aparat penegak hukum lainnya dan atau para pihak terkait lainnya. Tindakan penegakan hukum dilakukan apabila dalam keadaan mendesak yang tidak dapat terelakkan.
f. Penyidikan dan penyelesaian kasus tipihut
Merupakan tindak lanjut dari hasil operasi pengamanan hutan fungsional/gabungan/khusus terhadap para pelaku pelanggaran tipihut sampai tahapan P21.
2. Penguatan Kapasitas Kelembagaan Pengamanan Hutan
Secara normatif kelembagaan pengamanan hutan di Balai Besar TNBBS cukup kuat hal ini dapat diidentifikasi dari keberadaan Struktur Organisasi (Organisasi Balai Besar TNBBS, Bidang Pengelolaan TN Wilayah, Seksi Pengelolaan TN Wilayah, Resort Pengelolaan TN, dan Organisasi Satuan Polhut Balai Besar TNBBS), sarana prasarana di setiap organisasi, sumber daya manusia, anggaran, serta kerjasama dengan lembaga lain dalam bidang perlindungan dan pengamanan.
Apabila ditelaah lebih lanjut, unsur-unsur kelembagaan harus diperkuat khususnya sumber daya manusia, sarana prasarana, dan peraturan/kebijakan tentang disiplin pegawai yang bertugas di lapangan. Adapun jenis-jenis kegiatan yang diharapkan dapat meningkatkan kapasitas kelembagaan antara lain :
a. Penyusunan analisa jabatan kebutuhan pegawai TNBBS khususnya tenaga pengamanan hutan.
b. Usul Penambahan personil pengamanan hutan kepada Biro Kepegawaian.
c. Pelibatan anggota masyarakat sebagai Masyarakat Mitra Polhut sesuai kebutuhan.
d. Pemenuhan kebutuhan sarana prasarana pengamanan hutan di lapangan sesuai skala prioritas.
e. Peningkatan kualitas SDM pengamanan hutan melalui apel siaga, penyegaran Polhut/PPNS.
f. Mendorong adanya peraturan/kebijakan tentang disiplin pegawai yang bertugas di lapangan.
g. Penguatan kelembagaan resort.
B. Kegiatan Pendukung Pengamanan Hutan
Kegiatan Pendukung Pengamanan Hutan merupakan kegiatan-kegiatan yang tidak berhubungan secara langsung dengan aktivitas maupun kapasitas kelembagaan pengamanan hutan namun secara tidak langsung mempengaruhi upaya dan hasil pengamanan hutan.
Penataan batas kawasan TNBBS sampai dengan tahun 2014 telah dilakukan secara utuh dan saat ini pihak yang berwenang (BPKH Wilayah XX) sedang mengusulkan penetapan kawasan kepada Menteri Kehutanan. Secara defacto kawasan TNBBS telah diketahui dan diakui para pihak pemangku kepentingan, namun secara dejure kawasan TNBBS belum ada penetapannya.
Untuk meningkatkan kepastian hukum atas kawasan ini perlu dilakukan upaya peningkatan koordinasi dan mendorong pihak berwenang untuk menetapkan kawasan TNBBS. Adanya kepastian hukum atas kawasan sangat mempengaruhi kinerja pengelola kawasan yang dalam hal ini bidang perlindungan dan pengamanan hutan. Segala tindakan hukum yang diambil oleh pihak berwenang berkaitan dengan pelanggaran yang dilakukan oleh oknum-oknum masyarakat dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.
Meningkatnya tekanan kawasan akibat desakan sosial ekonomi karena kebutuhan hidup masyarakat secara langsung dan adanya pemekaran wilayah administrasi, menuntut pihak pengelola kawasan untuk lebih intensif menggali dan mengembangkan potensi-potensi kawasan berupa jasa lingkungan dan wisata alam, untuk dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Penggalian dan pengembangan kedua potensi ini diharapkan dapat menjadi salah satu solusi untuk meningkatkan perekonomian daerah (masyarakat dan pemerintah daerah) dengan adanya investasi-investasi dari pihak swasta maupun berkembangnya wisata alam. Adapun sub kegiatan yang diharapkan dapat mendukung kegiatan ini antara lain:
a. Identifikasi potensi jasa lingkungan dan wisata alam.
b. Promosi dan penyebaran informasi model pemanfaatan wisata alam dan jasa lingkungan kepada masyarakat luas khususnya pihak swasta terkait.
c. Pembangunan kapasitas kelembagaan wisata alam.
d. Koordinasi dengan para pihak terkait (Pemerintah Pusat, Pemda, dan Swasta/lembaga-lembaga lainnya)
Penyadartahuan masyarakat berperan mengubah paradigma atau pola pikir masyarakat tentang pentingnya kawasan konservasi sebagai tempat satwa hidup dan berkembang biak, di samping sebagai penunjang kehidupan misalnya kebutuhan air bersih dan kayu sehingga berperan dalam pengamanan hutan. Hal yang perlu disampaikan adalah nilai penting kawasan TNBBS bagi kehidupan, peraturan perundang-undangan yang berlaku seperti tentang kehutanan, KSDAHE, penegakan hukum dan lain-lain.
Nilai penting keberadaan TNBBS dapat dijelaskan mengenai peran satwa dalam pembentukan hutan sehingga dalam kawasan hutan dapat tumbuh beragam jenis tumbuhan kayu dengan ukuran yang besar, kita mengenal tiga satwa kunci diantaranya gajah, badak, dan harimau.
Gajah dengan ukuran dan kelompoknya berperan sebagai pembuka ruang tumbuh pohon sehingga sinar ultra violet yang berguna bagi tumbuhnya pohon bisa berfungsi dengan baik, berapa hektar hutan setiap hari, minggu, bulan yang satwa gajah jarangi. Tidak hanya itu, gajah atau badak setiap harinya makan 10 persen berat tubuhnya dan mengeluarkan 5 persen berat tubuhnya sebagai kotoran yang merupakan pupuk bagi pohon yang ada di hutan. Badak juga tidak kalah pentingnya, sebagai satwa yang senang membuat kubangan dan berkubang, selain menyuburkan hutan dengan menyediakan tampungan air, lumpur yang menempel ditubuhnya dan kotoran yang dikeluarkannya akan membantu penyebaran biji pohon karena berdasarkan referensi yang ada badak memakan berbagai jenis pohon berbuah termasuk pohon yang bergetah dalam hutan. Harimau sebagai pemangsa tingkat satu berperan dalam pengendali satwa dibawahnya, dapat kita banyangkan bila tidak ada harimau, maka hutan akan dipenuhi babi hutan atau rusa dan satwa dibawahnya sehingga populasi yang tidak terkendali akan berakibat satwa itu menjadi perusak atau hama.
Berkaitan dengan fungsi kawasan hutan sebagai penunjang kehidupan yaitu air dan kayu. Hal ini tidak berarti hutan itu sebagai penghasil air bersih dan kayu saja, tetapi bagaimana air bersih dan kayu itu bisa dihasilkan. Air bersih berasal dari hutan, kenapa bersih? Karena air tersebut tidak langsung keluar besar tapi dari air hujan yang diserap pohon. Siklus tersebut menghasilkan mata air yang mengalir membentuk sungai kecil yang akhirnya menjadi sungai besar sehingga walaupun sungai itu besar tapi airnya tetap jernih dan mempunyai manfaat yang banyak. Hal ini menunjukkan bahwa pohon disamping sebagai penahan derasnya hujan yang bisa mengakibatkan erosi juga menyimpan air yang dikeluarkan berupa mata air.
Penyadartahuan masyarakat yang dimaksud bisa diimplementasikan melalui berbagai kegiatan baik ditingkat pelajar atau masyarakat umum, diantaranya berupa :
a. Sosialisasi nilai pentingnya TNBBS bagi masyarakat sekitar dan keseimbangan ekosistem skala mikro makro.
b. Sosialisasi peraturan perundang-undangan kehutanan berkaitan dengan konservasi.
c. Sosialisasi pengggunaan bahan bangunan alternatif non kayu yang dilakukan bekerjasama dengan produsen bahan bangunan non kayu.
d. Pengadaan dan pemasangan papan informasi dan peringatan/ larangan.
4. Pemberdayaan masyarakat
Pemberdayaan masyarakat diartikan sebagai pelibatan masyarakat dalam upaya konservasi melalui kegiatan berbasis masyarakat dengan tujuan untuk meningkatkan sosial ekonomi masyarakat dan penyadartahuan akan fungsinya kawasan hutan, sehingga masyarakat dengan penuh kesadaran terlibat dalam pengamanan dan pelestarian ekosistem hutan.
Upaya dan bentuk kegiatan pemberdayaan masyarakat desa sekitar TNBBS diantaranya sebagai berikut :
a. Pembinaan daerah penyangga dan Model Desa Konservasi (MDK).
b. Pembentukan dan pendampingan kelompok Masyarakat Mitra Polhut.
c. Pembentukan dan pembinaan kader konservasi, kelompok pecinta alam, dan generasi muda.
d. Pelatihan dan kunjungan kerja usaha ekonomi kreatif terhadap kelompok-kelompok masyarakat mitra TNBBS.
e. Pemberian bantuan modal usaha ekonomi kreatif dan berkelanjutan.
Berdasarkan data statistik tahun 2012, tercatat sebanyak 63 desa yang berbatasan langsung dengan kawasan TNBBS dan ratusan desa berada di sekitar TNBBS, belum termasuk pemukiman-pemukiman yang berada di dalam kawasan hutan lindung, hutan produksi, dan hutan produksi terbatas. Adanya desa-desa yang berbatasan langsung maupun di sekitar TNBBS sangat mempengaruhi kuantitas keberadaan jalan di dalam kawasan TNBBS yang digunakan sebagai akses untuk hubungan sosial, budaya, dan kepentingan ekonomi.
Saat ini disinyalir terdapat ratusan jalan yang ada di TNBBS, sebagian besar berupa jalan tanah dan sebagian lagi yang telah ditingkatkan baik yang berijin maupun tidak berijin. Kondisi ini sangat ironis dengan status kawasan TNBBS sebagai Taman Nasional dan sebagai Situs Warisan Alam Dunia (TRHS) yang merupakan kawasan konservasi untuk perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan sumber plasma nutfah, dan pemanfaatan terbatas yang harus mendapat perhatian khusus, serta perlindungan intensif untuk kehidupan saat ini dan mendatang.
Adanya jalan-jalan “umum” dalam kawasan hutan (TNBBS) secara ekologis menyebabkan fragmentasi habitat seiring dengan meningkatnya akses manusia untuk menggunakan jalan tersebut. Hal tersebut meningkatkan niat dan kesempatan oknum masyarakat untuk melakukan tindak pidana kehutanan. Terkait hal tersebut, perlu adanya upaya untuk menahan penambahan/pembangunan jalan baru melalui sub-sub kegiatan :
a. Identifikasi dan inventarisasi jalan masuk dan keluar kawasan TNBBS.
b. Pemantauan penggunaan jalan masuk dan keluar kawasan TNBBS.
c. Penutupan jalan berdasarkan analisa dan kajian pemantauan penggunaan jalan.
d. Koordinasi dengan pemerintah pusat dan daerah serta pihak-pihak terkait.
6. Pembatasan volume kendaraan dan waktu perlintasan pada jalan-jalan yang telah mendapat ijin Menteri Kehutanan
Pembangunan di berbagai bidang berdampak pada semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan sosial ekonomi dan berpengaruh terhadap tingkat mobillitas masyarakat. Penggunaan jalan di dalam kawasan TNBBS khususnya yang telah mendapat ijin Menteri Kehutanan telah mengalami peningkatan sangat siginifikan dibandingkan 10 tahun terakhir.
Tingginya penggunaan “jalan nasional” di dalam kawasan TNBBS disinyalir cukup mempengaruhi perubahan kondisi habitat dan pola hidupan liar yang ada di sekitarnya. Untuk mengurangi pengaruh buruk akibat adanya penggunaan jalan perlu adanya pembatasan volume kendaraan dan waktu perlintasan/penggunaan jalan tersebut.
Adapun sub kegiatan yang mendukung kegiatan ini adalah :
a. Analisa pengaruh pengggunaan jalan lintas yang memotong kawasan terhadap hidupan liar di sekitar jalan tersebut.
b. Koordinasi dan kerjasama dengan Dinas Perhubungan (Pemerintah Daerah/Kabupaten).
C. Rencana Pengamanan Hutan
1. Pengamanan hutan secara persuasif dan preventif
a. Patroli Pengamanan Hutan
Patroli Pengamanan Hutan adalah pergerakan pasukan pengamanan hutan dari suatu tempat ke tempat lain untuk mencegah timbulnya gangguan keamanan hutan dalam bentuk patroli rutin, patroli mendadak, patroli selektif, patroli terpadu, patroli mobil, dan patroli swakarsa.
- Patroli rutin/perondaan bersifat rutin untuk mengelilingi/ menjelajahi/menelusuri suatu daerah tertentu yang telah direncanakan.
- Patroli mendadak bersifat situasional yang didasarkan dari laporan yang diterima ataupun kebutuhan mendesak yang diduga akan atau telah terjadi tindak pidana kehutanan.
- Patroli Selektif bertujuan untuk memperlihatkan kekuatan dan eksistensi Petugas Pengamanan Hutan kepada masyarakat di sekitar kawasan maupun masyarakat umum.
- Patroli Terpadu adalah kegiatan patroli antara Polisi kehutanan bersama dengan petugas lainnya (non Polhut) untuk mencegah dan atau menanggulangi adanya tindakan pelanggaran kehutanan dan atau untuk mengidentifikasi kondisi, potensi, dan permasalahan kawasan pada suatu daerah tertentu yang telah direncanakan.
- Patroli Mobile merupakan patroli untuk menelusuri dan mengidentifikasi jalur-jalur angkutan hasil hutan secara legal maupun illegal dengan melewati beberapa Resort / Seksi.
- Patroli Pamhut Swakarsa merupakan kegiatan patroli Polisi Kehutanan yang dibantu oleh Masyarakat Mitra Polhut yang ada di sekitar wilayah pemangkuan Resort/Seksi.
Dalam rangka meningkatkan intensitas pengamanan hutan TNBBS, diperlukan adanya upaya optimalisasi kekuatan dan memanfaatkan peluang yang ada. Upaya pengamanan hutan secara preventif salah satunya dilakukan melalui peningkatan intensitas patroli pengamanan hutan.
Berdasarkan anggaran yang tersedia dalam DIPA Balai Besar TNBBS, Patroli Pengamanan Hutan di Tingkat Resort mencukupi untuk pelaksanaan minimal 2 kali/bulan sampai dengan bulan Desember 2015 dan 9 kali Patroli Mobile. Masih terdapat kekurangan intensitas patroli Resort sebanyak 2 kali/bulan, dan kekurangan tersebut diharapkan dapat didukung dari anggaran yang dikelola NGO/LSM Mitra TNBBS.
Patroli Pengamanan Hutan Sumber Dana BBTNBBS
1) Personil Pelaksana
Dalam analisis lingkungan strategis diketahui bahwa personil pengamanan hutan secara kuantitas maupun kualitas di Balai Besar TNBBS sangat kurang sehingga perlu adanya upaya optimalisasi kekuatan SDM yang ada.
Permenhut Nomor: 03/Menhut-II/2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja UPT Taman Nasional pada Bab VI Ketentuan Lain pasal 31 ayat 3) disebutkan bahwa “Pelaksanaan Tugas Pejabat Fungsional di wilayah kerjanya dikoordinasikan oleh Kepala Bidang atau Kepala Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah masing-masing”.
Walaupun masih ada personil pengamanan hutan yang ditempatkan di BPTN dan SPTN namun untuk melaksanakan tugas pengamanan hutan masih dapat dikoordinasikan oleh Kepala BPTN dan Kepala SPTN.
Komposisi Personil Resort
Kondisi saat ini, setiap resort diisi oleh 1 – 4 personil dan sebagian besar sebanyak 2 personil. Untuk mengatasi keterbatasan jumlah personil “resort” telah diseleksi dan dibentuk Masyarakat Mitra Polhut (MMP) sebanyak 107 orang yang tersebar di setiap resort untuk membantu tugas-tugas pengamanan hutan.
Patroli pengamanan hutan merupakan salah satu tugas pokok Polisi Kehutanan, sehingga setiap kali patroli pengamanan harus disertai unsur Polhut.
Berdasarkan grafik Komposisi Personil Resort diketahui bahwa fungsional Polhut ada di setiap resort namun jumlahnya terbatas, ada yang 1 orang, 2 orang, dan 3 orang per resort. Sedangkan di luar unit Resort masih terdapat 12 personil Polhut yang berada di SPTN, BPTN, dan Balai Besar TNBBS. Oleh karena itu, untuk memenuhi standar patroli pengamanan yang harus melibatkan unsur Polhut, maka personil resort non polhut yang akan berpatroli akan didampingi oleh unsur Polhut dari unit SPTN/BPTN/Balai Besar TNBBS dan Masyarakat Mitra Polhut (MMP) sesuai dengan kapasitas yang tersedia. Dengan adanya pelibatan masyarakat diharapkan upaya pengamanan hutan TNBBS dapat lebih optimal dan permasalahan kawasan dapat diminimalisir.
3) Metoda pelaksanaan
Patroli pengamanan hutan yang diterapkan adalah patroli pengamanan terpadu dan patroli mobile. Setiap kali patroli pengamanan harus disertai unsur Polhut.
a) Patroli terpadu dilaksanakan oleh unit resort dengan intensitas 2 kali/bulan selama 8 (delapan) bulan mulai bulan April – Nopember 2015.
Pembagian personil pelaksana patroli diatur dengan mempertimbangkan ketersediaan dan komposisi SDM resort. Kantor/Pondok Kerja Resort selalu aktif sehingga wajib ada petugas piket yang berasal dari personil PNS resort setempat kecuali resort Balai Kencana dapat diwakilkan oleh petugas yang ditunjuk pejabat yang berwenang.
Pelaksana kegiatan patroli terpadu berasal dari unsur Polhut bersama dengan MMP dan atau personil non Polhut dengan prioritas petugas yang bertugas di lapangan (Resort). Apabila unsur Polhut pada resort berhalangan atau piket di Resort maka patroli disertai oleh unsur Polhut dari unit SPTN/BPTN/Balai Besar TNBBS.
Tahapan pelaksanaan:
· Persiapan
Hal yang perlu disiapkan dalam patroli terpadu antara lain : surat perintah tugas, penentuan target lokasi patroli, waktu pelaksanaan, personil yang terlibat, alat dan bahan (GPS, kamera, tally sheet format RBM, buku saku, alat tulis, dan alat komunikasi)
· Pelaksanaan
- Patroli dilaksanakan secara beregu dan kerjasama tim lebih diutamakan.
- Ketua Tim Patroli Terpadu adalah Polisi Kehutanan dan setiap tim wajib dilengkapi GPS.
- Tugas Patroli harus dilakukan dengan seksama dan teliti.
- Setiap petugas harus senantiasa memperhatikan apa yang harus didengar dan dilihat, supaya dapat mengambil kesimpulan apa yang harus dilakukan atau dilaporkan kepada pimpinan.
- Indentifikasi dan inventarisasi kondisi, permasalahan, dan potensi kawasan lokasi target patroli serta mencatat data yang diperoleh dalam tally sheet yang telah disiapkan.
- Apabila ditemukan pelaku pelanggaran tipihut/Barang Bukti Tipihut, segera melaporkan kepada atasan langsung/unsur pimpinan yang dapat dihubungi untuk mendapatkan arahan/petunjuk penanganannya.
- Setiap kejadian baik yang didengar maupun yang dilihat harus dicatat dan terdokumentasi.
- Jalur (track) dan dokumentasi setiap temuan (potensi/jalan/permasalahan) pada kegiatan patroli direkam dalam GPS Montana.
- Setiap titik-titik koordinat yang ditentukan dalam rencana patroli wajib dilengkapi dokumentasi Ketua Tim yang direkam dalam GPS Montana.
- Apabila ditemukan pelaku pelanggaran tipihut/Barang Bukti Tipihut yang tidak bisa ditangani tim atau perlu mendapat persetujuan atasan, segera melaporkan kepada atasan langsung/unsur pimpinan yang dapat dihubungi untuk mendapatkan arahan/petunjuk penanganannya.
· Laporan
Setelah melaksanakan tugas, Tim Patroli segera (maksimal 1 hari setelah melaksanakan tugas) menyampaikan laporan hasil kegiatan kepada Atasan Langsungnya (Kepala SPTN Wilayah).
Penyampaian laporan dilakukan secara formal dan berjenjang melalui Surat Pengantar dari Ketua Tim Pelaksana Kegiatan Patroli kepada Atasan Langsungnya (Ka. SPTN Wilayah), dengan melampirkan tally sheet format RBM yang telah diisi data dan informasi hasil kegiatan patroli, disertai data informasi tambahan jika ada, dan menyerahkan GPS yang berisi data track patroli. Surat pengantar dari Ketua Tim Pelaksana Patroli ditembuskan kepada Kepala Balai Besar TNBBS tanpa lampiran.
Kemudian Kepala SPTN Wilayah membuat Nota Dinas untuk menyampaikan laporan patroli pengamanan dari masing-masing resort kepada Kepala BPTN Wilayah maksimal 4 hari sejak SPT Patroli Pengamanan berakhir, dengan melampirkan tally sheet format RBM yang telah diisi data dan informasi hasil kegiatan patroli, disertai data informasi tambahan jika ada, dan GPS yang berisi data track patroli dari masing-masing tim.
Laporan dari masing-masing Kepala SPTN Wilayah disampaikan kembali oleh Kepala BPTN Wilayah kepada Kepala Balai Besar TNBBS melalui Nota Dinas, maksimal 7 hari sejak SPT Patroli Pengamanan berakhir, dengan melampirkan tally sheet format RBM yang telah diisi data dan informasi hasil kegiatan patroli, disertai data informasi tambahan jika ada, dan GPS yang berisi data track patroli dari masing-masing tim.
b) Patroli Mobile
Dilaksanakan 9 kali selama 9 (sembilan) bulan mulai bulan April – Nopember 2015. Pelaksana kegiatan berasal dari unsur Polhut Mobile Balai Besar TNBBS dan PPNS bersama dengan unsur pengelola lainnya, atau tidak bersama unsur pengelola lainnya sesuai dengan kebutuhan.
Tahapan pelaksanaan
Hal yang perlu disiapkan dalam patroli mobile antara lain : surat perintah tugas, penentuan target lokasi patroli, waktu pelaksanaan, personil yang terlibat, alat dan bahan (GPS, kamera, buku saku, alat tulis, dan alat komunikasi)
- Lokasi kegiatan berada di jalur-jalur angkutan hasil hutan secara legal maupun illegal baik di dalam maupun sekitar kawasan TNBBS dengan melewati beberapa Resort/Seksi.
- Berkoordinasi dengan kepala BPTN Wilayah dan SPTN Wilayah lokasi patroli.
- Melakukan pemeriksaan baik administrasi maupun fisik yang berkaitan dengan pengangkutan hasil hutan bidang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
- Menerima laporan tentang telah terjadinya tindak pidana yang menyangkut konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
- Mencari keterangan dan barang bukti terjadinya tindak pidana yang menyangkut konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
- Dalam hal tertangkap tangan, wajib menangkap tersangka untuk selanjutnya dilakukan penegakan hukum sesuai kapasitasnya.
- Membuat laporan dan menandatangani laporan tentang terjadinya tindak pidana yang menyangkut konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
Setelah melaksanakan tugas, Tim Patroli selambat-lambatnya 7 hari kalender dapat menyampaikan laporan hasil kegiatan kepada Kepala Balai Besar TNBBS.
Penyampaian laporan dilakukan secara formal melalui surat pengantar dari Ketua Tim Pelaksana Kegiatan Patroli kepada Kepala Balai Besar TNBBS.
2) Anggaran
Anggaran yang dialokasikan untuk kegiatan patroli pengamanan hutan berasal dari DIPA 29 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada Unit Organisasi Ditjen KSDAE dan Ditjen Penegakan Hukum.
Ditjen KSDAE mengalokasikan anggaran untuk patroli pengamanan hutan yang dilaksanakan oleh Masyaraat Mitra Polhut (MMP) yaitu sebesar Rp. 677.775.000,- (enam ratus tujuh puluh tujuh juta tujuh ratus tujuh puluh lima ribu rupiah) untuk pelaksanaan selama 11 bulan. Pelaksanaan anggaran disesuaikan dengan peraturan yang berlaku.
Ditjen Penegakan Hukum mengalokasikan anggaran untuk patroli pengamanan hutan yang dilaksanakan oleh personil Balai Besar TNBBS yaitu sebesar Rp. 808.500.000,- (delapan ratus delapan juta lima ratus ribu rupiah).
Untuk merealisasikan anggaran yang berasal dari Ditjen Penegakan Hukum perlu adanya penyesuaian antara waktu pelaksanaan kebutuhan patroli pengamanan, dan sumber daya manusia.
Setelah dilakukan analisa kebutuhan maka biaya patroli pengamanan hutan yang bersumber dana dari Ditjen Penegakan hukum dibagi menjadi 2 jenis patroli antara lain:
· Biaya Patroli terpadu (SD. Gakum)
Volume Kegiatan
Satuan Biaya (Rp.)
Jumlah Biaya (Rp)
Sumber Dana
51 orang x 7 hari x 4 bulan = 1.428 OH
250.000,-
357.000.000,-
Rupiah Murni
PNP
· Biaya Patroli Mobile (SD. Gakum)
6 orang x 7 hari x 1kali = 42 OH
10.500.000,-
6 orang x 7 hari x 8kali = 336 OH
84.000.000,-
· Biaya Patroli pengamanan MMP (SD. KSDAE)
Alat dan Bahan
Bahan Makan MMP
107 org x 5 hari x 5bln = 2.675 HOK
Upah MMP di lapangan
1.000.000,-
40.000,-
75.000,-
107.000.000,-
200.625.000,-
107 org x 5 hari x 6bln = 3.210 HOK
128.400.000,-
240.750.000,-
Patroli Pengamanan Hutan bersama Mitra TNBBS
1) Personil
Patroli pengamanan dilaksanakan bersama-sama antara personil Balai Besar TNBBS dengan personil mitra TNBBS. Unsur personil dari BBTNBBS tidak dibatasi sepanjang dalam setiap kali patroli harus ada unsur Polhut. Prioritas personil BBTNBBS adalah personil yang bertugas di resort yang menjadi sasaran patroli. Apabila tidak tersedia maka bisa menggunakan personil Polhut SPTN/BPTN/Balai Besar TNBBS secara berjenjang.
2) Metoda
Patroli bersama mitra TNBBS dilaksanakan dengan cara patroli terpadu seperti yang dilakukan melalui mekanisme anggaran Balai Besar TNBBS.
Untuk sinergitas, efektifitas, dan efisiensi kegiatan, waktu pelaksanaan patroli bersama mitra TNBBS harus mengambil waktu diluar jadwal patroli yang telah ditetapkan Balai Besar TNBBS.
3) Anggaran
Sumber dana pelaksanaan patroli dibebankan sepenuhnya pada anggaran Mitra TNBBS dengan mekanisme sesuai peraturan perundangan yang berlaku.
b. Penyadartahuan Masyarakat.
Selain melakukan patroli pengamanan, para petugas lapangan juga melakukan penyadartahuan kepada masyarakat sekitar kawasan melalui sosialisasi peraturan perundang-undangan kehutanan dan KSDAHE, nilai penting TNBBS bagi masyarakat sekitar melalui kegiatan-kegiatan anjangsana yang dilakukan di luar jadwal patroli.
Upaya preventif juga dilakukan melalui pemasangan papan-papan larang/peringatan pada lokasi-lokasi strategis. Pada tahun 2015 direncanakan akan dipasang papan larangan/peringatan sebanyak 20 unit dengan nilai sebesar Rp. 60.000.000,- (enam puluh juta rupiah).
Forum komunikasi antar aparat penegak hukum yang terdiri dari unsur Balai Besar TNBBS, kepolisian, kejaksaan, hakim, dan Mitra TNBBS. Adanya forum komunikasi ini diharapkan terbentuk kesamaan opini dan persepsi dalam penegakan hukum terhadap kawasan konservasi sehingga upaya penegakan hukum kepada para pelanggar tipihut dapat berjalan optimal. Selain itu, dengan adanya kesamaan persepsi dan opini tentang kawasan konservasi, faktor keterbatasan jumlah personil BBTNBBS dalam upaya penyadartahuan hukum dan perundangan kawasan konservasi kepada masyarakat dapat dilakukan oleh para penegak hukum lain.
Bentuk kegiatannya direncanakan berupa pertemuan secara rutin minimal 1 kali/triwulan antar aparat penegak hukum.
Alokasi anggaran yang tersedia dari Balai Besar TNBBS direncanakan hanya mencukupi 2 kali pertemuan. Anggaran yang digunakan berasal dari kegiatan Tim Terpadu Penanganan Perambahan Kawasan Hutan, 2 kali sebesar Rp. 64.200.000,-(enam puluh empat juta dua ratus ribu rupiah). Waktu pelaksanaan direncanakan bulan Juni dan Agustus 2015. Untuk pertemuan yang belum dianggarkan Balai Besar TNBBS, agar didukung oleh Mitra TNBBS.
Menjelang akhir tahun 2015 Pemilukada akan diselenggarakan hampir di seluruh wilayah Indonesia khususnya di Propinsi Lampung secara serentak.
Untuk mengantisipasi adanya politisasi kawasan konservasi TNBBS oleh para oknum politisi dan atau jaringan tim sukses calon kepala daerah, perlu dilakukan upaya pendekatan persuasif melalui koordinasi dan sosialisasi kepada para tokoh politisi terkait, untuk secara bersama-sama dapat menegakkan hukum kepada para pelaku tipihut di kawasan TNBBS dengan membuat komitmen bersama.
Adapun model pendekatan yang direncanakan berupa rapat pertemuan antara Balai Besar TNBBS, para tokoh politisi terkait, aparat penegak hukum, dan NGO/LSM Mitra TNBBS. Hasil dari pertemuan tersebut dilakukan konferensi pers.
Pertemuan dengan para tokoh politisi direncanakan setelah forum komunikasi antar aparat penegak hukum terbentuk. Secara bersama-sama antara Balai Besar TNBBS dengan aparat penegak hukum dan NGO/LSM melakukan pertemuan dengan para politisi untuk membuat komitmen bersama melakukan penegakan hukum terhadap segala bentuk tipihut di dalam kawasan TNBBS.
Waktu pelaksanaan kegiatan direncanakan pada bulan Agustus 2015, bersamaan dengan pertemuan kedua forum komunikasi aparat penegak hukum. Adapun biaya yang dialokasikan untuk pertemuan tersebut disatukan dengan kegiatan pertemuan kedua forum komunikasi antar aparat penegak hukum.
2. Pengamanan Hutan secara Refresif dan Penegakan Hukum
a. Peningkatan Koordinasi Kerjasama dengan NGO/LSM, Aparat Penegak Hukum (Kejaksaan, Polri dan TNI) dalam hal intelijen dan pengembangan jaringan informasi tipihut.
Masih maraknya pelanggaran tipihut illegal logging dan perburuan/perdagangan satwa liar adalah hal yang melatarbelakangi perlunya peningkatan koordinasi dengan lembaga yang memiliki kemampuan SDM dan anggaran, untuk mendapatkan informasi jaringan para pelaku pelanggaran tipihut. Sampai saat ini sebagian besar penanganan kedua kasus tipihut tersebut baru sampai pada tingkat pelaksana lapangan, sedangkan para cukong/pemodal dan atau jaringan yang lebih besar belum tertangani.
Peningkatan kerjasama dapat dilakukan dengan terbentuknya forum komunikasi antar aparat penegak hukum. Para pihak yang memiliki unsur intelijen diminta untuk turut berperan serta menanggulangi tipihut di kawasan TNBBS. Adapun biaya yang dialokasikan dalam rangka koodinasi dan konsultasi pengamanan diambil dari DIPA B 029 GAKUM dan KSDAE tahun 2015.
b. Pengumpulan Bahan dan Keterangan termasuk pembelian informasi
Kegiatan ini bertujuan untuk mendapatkan informasi adanya pelanggaran tipihut yang dilakukan oleh unsur Balai Besar TNBBS. Hasil dari kegiatan ini dapat dilanjutkan dengan kegiatan operasi pengamanan baik berupa operasi pengamanan fungsional maupun gabungan atau operasi pengamanan khusus.
Pelaksana kegiatan adalah personil Balai Besar TNBBS/BPTN WIayah/SPTN Wilayah/Resort yang ditunjuk berdasarkan surat perintah tugas Kepala Balai Besar TNBBS, dengan pertimbangan personil yang ditunjuk dianggap mampu dan cakap dalam mendapatkan, mengumpulkan, serta memastikan informasi adanya tipihut secara akurat.
Berdasarkan anggaran yang tersedia dari Balai Besar TNBBS, kegiatan pulbaket direncanakan sebanyak 15 kali. Waktu pelaksanaan kegiatan selama 5 (lima) hari oleh 3 orang petugas. Adapun biaya yang dialokasikan sebesar Rp. 144.600.000,- (seratus empat puluh empat juta enam ratus ribu rupiah). Waktu pelaksanaan kegiatan pulbaket bersifat tentatif dan insidentil, mengacu pada data dan informasi yang disampaikan berdasarkan hasil patroli terpadu, dan atau adanya informasi tipihut dari pihak intelijen Polri/TNI atau NGO/LSM. Target pulbaket adalah informasi tipihut terkait perburuan/perdagangan satwa liar dan illegal logging. Adapun sasaran lokasi adalah resort-resort yang disinyalir rawan terhadap aktivitas perburuan dan illegal logging.
Operasi pengamanan hutan fungsional merupakan tindakan penertiban dan penegakan hukum yang dilaksanakan oleh Unsur Balai Besar TNBBS dalam rangka mengamankan hutan dan hasil hutan. Operasi ini bersifat refresif yang dilakukan setelah adanya informasi yang akurat hasil pengumpulan bahan dan keterangan, dan atau hasil intelijen oleh lembaga lain dengan tingkat pelanggaran tipihut masih dapat ditangani secara mandiri oleh Balai Besar TNBBS.
Personil pelaksana berasal dari unsur Polhut dan jika diperlukan dapat berasal dari unsur lain selain Polhut. Prioritas pelaksana adalah petugas setempat dimana lokasi kejadian ditemukan. Tim operasi pengamanan fungsional berjumlah 10 orang selama 5 hari setiap kali operasi.
Tahun 2015 Balai Besar TNBBS merencanakan operasi pengamanan hutan fungsional sebanyak 14 kali yang bersumber dana dari Ditjen GAKUM sebanyak 10 kali dan dari Ditjen KSDAE sebanyak 4 kali.
Operasi Pengamanan Hutan Fungsional, 4 kali
17.780.000
71.120.000
Rupiah Murni (KSDAE)
Operasi Pengamanan Hutan Fungsional, 10 kali
18.930.000
189.300.000
Rupiah Murni (GAKUM)
Operasi pengamanan hutan gabungan merupakan tindakan penertiban dan penegakan hukum dalam rangka mengamankan hutan dan hasil hutan, bersifat refresif, dapat dilakukan setelah adanya informasi yang akurat hasil pengumpulan bahan dan keterangan, dan atau hasil intelijen oleh lembaga lain dengan tingkat pelanggaran tipihut harus ditangani secara terpadu antara unsur Balai Besar TNBBS dengan unsur aparat penegak hukum lainnya dan atau para pihak terkait lainya. Tim operasi pengamanan gabungan berjumlah 20 orang selama 5 hari setiap kali operasi.
Tahun 2015 Balai Besar TNBBS merencanakan operasi pengamanan hutan gabungan sebanyak 7 kali yang bersumber dana dari Ditjen GAKUM sebanyak 5 kali dan dari Ditjen KSDAE sebanyak 2 kali.
Operasi pengamanan hutan khusus merupakan tindakan penertiban rangka mengamankan hutan dan hasil hutan, bersifat refresif, dapat dilakukan setelah adanya informasi yang akurat hasil pengumpulan bahan dan keterangan, dan atau hasil intelejen oleh lembaga lain dengan tingkat pelanggaran tipihut harus ditangani secara terpadu antara unsur Balai Besar TNBBS dengan unsur aparat penegak hukum lainnya dan atau para pihak terkait lainya. Tindakan penegakan hukum dilakukan apabila dalam keadaan mendesak yang tidak dapat terelakkan.
Komposisi personil sama dengan operasi pengamanan hutan gabungan yang merupakan gabungan dari berbagai unsur pengelola BBTNBBS dan atau bersama dengan aparat penegak hukum lainnya serta para pihak terkait. Balai Besar TNBBS tidak mengalokasikan anggaran untuk kegiatan dimaksud. Diharapkan dapat dukungan dana dari pihak lain.
Target penanganan kasus tipihut pada tahun 2015 sebanyak 10 kasus. Anggaran untuk penanganan kasus dialokasikan dari sumber dana Ditjen KSDAE sebanyak 3 kasus dan dari Ditjen GAKUM sebanyak 7 kasus.
Untuk memantau proses penyelesaian perkara tipihut pasca P21, maka dilakukan pemantauan dan supervisi penyelesaian perkara baik di kejaksaan maupun pengadilan. Biaya yang dialokasikan untuk proses penyidikan dibebankan pada anggaran DIPA KSDAE dan GAKUM tahun 2015.
3. Penguatan Kapasitas Kelembagaan Pengamanan Hutan
Secara normatif kelembagaan pengamanan hutan di Balai Besar TNBBS cukup kuat. Hal ini dapat diidentifikasi dari keberadaan Struktur Organisasi (Organisasi Balai Besar TNBBS, Bidang Pengelolaan TN Wilayah, Seksi Pengelolaan TN Wilayah, Resort Pengelolaan TN, dan Organisasi Satuan Polhut Balai Besar TNBBS), sarana prasarana di setiap organisasi, sumber daya manusia, anggaran, serta kerjasama dengan lembaga lain dalam bidang perlindungan dan pengamanan.
Apabila ditelaah lebih lanjut, unsur-unsur kelembagaan harus lebih diperkuat khususnya pada bagian sumber daya manusia, sarana prasarana, dan peraturan/kebijakan tentang disiplin pegawai yang bertugas di lapangan. Adapun jenis-jenis kegiatan yang diharapkan dapat meningkatkan kapasitas kelembagaan antara lain :
a. Penyusunan analisa jabatan kebutuhan pegawai TNBBS khususnya tenaga pengamanan hutan
Sampai saat ini Balai Besar TNBBS belum memiliki data dan informasi tentang kebutuhan pegawai khususnya tenaga pengamanan hutan. Semakin menurunnya jumlah personil pengamanan hutan dari tahun ke tahun dapat berdampak pada kinerja perlindungan dan pengamanan hutan TNBBS.
Pelaksana kegiatan terdiri dari unsur Kepegawaian BBTNBBS, unsur Bidang Teknis Konservasi, dan Mitra TNBBS untuk melakukan analisa kebutuhan personil Resort. Anggaran untuk kegiatan dimaksud telah dialokasikan Balai Besar TNBBS sebesar Rp. 21.990.000,-.
b. Usul Penambahan personil pengamanan hutan kepada Biro Kepegawaian
Setelah adanya analisa kebutuhan personil pengamanan, diharapkan Balai Besar TNBBS dapat segera meminta penambahan personil pengamanan hutan ke Pusat.
Untuk mendukung upaya BBTNBBS dalam penguatan kelembagaan khususnya SDM pengamanan, diharapkan kepada Mitra TNBBS dapat mendorong Pemerintah Pusat (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan) untuk dapat memenuhi permohonan penambahan personil pengamanan dikaitkan dengan kebijakan IPZ dan IMZ TNBBS.
Pelibatan masyarakat dalam upaya pengamanan hutan telah dilakukan melalui rekruitmen Masyarakat Mitra Polhut sesuai kebutuhan dan kemampuan anggaran. Pada tahun 2015 telah direkrut anggota masyarakat sebanyak 107 orang sebagai MMP yang tersebar di setiap Resort Pengelolaan TN.
d. Pemenuhan kebutuhan sarana prasarana pengamanan hutan di lapangan sesuai skala prioritas
Sarana prasarana yang akan diadakan pada tahun 2015 antara lain:
No.
Jenis Sarpras
Volume
Satuan Biaya (Rp)
1
Papan larangan/peringatan perlindungan hutan
20 unit
3.000.000
60.000.000
RM (GAKUM)
2
Laser Range Finder
4 unit
12.000.000
48.000.000
3
Binokuler
5 unit
5.500.000
27.500.000
4
Spy cam mini
12 unit
500.000
6.000.000
Pengurusan Administrasi Pemegang Senjata Api dan KTA Polhut
42 orang
-
18.800.000
RM (KSDAE)
Pengurusan Administrasi Senjata Api
37 pucuk
24.200.000
e. Peningkatan kualitas SDM pengamanan hutan
Pada tahun 2015, sasaran peningkatan kualitas SDM diarahkan pada Personil Polhut dan MMP. Kegiatan untuk peningkatan kualitas SDM Polhut berupa penyegaran Polhut dan Pelatihan Menembak yang anggaranya dialokasikan dari Ditjen GAKUM (PNP). Sedangkan untuk MMP sebanyak 107 orang dialokasikan anggaran sebesar Rp.105.165.000,- yang bersumber dari Ditjen KSDAE (RM).
f. Mendorong adanya peraturan/kebijakan tentang disiplin pegawai yang bertugas di lapangan
Penerapan disiplin pegawai negeri sipil yang telah berjalan berupa penggunaan alat finger print untuk absensi dan cukup membuat pegawai negeri sipil disiplin terhadap waktu kerja. Masuk mulai pukul 07.30 dan pulang pukul 16.00 WIB. Penerapan disiplin waktu kerja berkaitan erat dengan tunjangan kinerja yang dibayarkan kepada pegawai setiap bulan, apabila pegawai tersebut terlambat datang atau pulang lebih awal maka tunjangan kinerja pegawai tersebut akan dikurangi sesuai jam kerja yang tercantum dalam finger print.
Penggunaan alat ini sangat menunjang dalam peningkatan disiplin pegawai bagi yang bekerja di kantor. Berbeda halnya dengan pegawai yang bertugas di lapangan. Apakah harus dipasang finger print seperti di kantor? Apakah petugas lapangan terikat jam kerja seperti pegawai kantor, masuk jam 07.30 dan pulang pukul 16.00 WIB ? Kalau terikat jam kerja seperti pegawai kantor, bagaimana apabila di lapangan (wilayah kerjanya) terjadi suatu permasalahan kawasan di luar jam kerja? Bagaimana apabila petugas lapangan tersebut melakukan pekerjaan rutin lainnya (penyadartahuan kepada masyarakat sekitar kawasan) selain patroli berangkat jam 07.30 WIB dari kantor Resort ? dan apakah harus ke kantor resort lagi pulangnya padahal waktu yang ditempuh dari kantor resort ke lokasi patroli saja memerlukan waktu cukup lama misalnya sampai 3 jam, apakah patrolinya hanya 2 jam? bagaimana dengan lokasi yang lebih jauh lagi. Begitu banyak hambatan dalam penerapan disiplin pegawai dengan menggunakan alat finger print untuk diterapkan di lapangan. Sehingga sampai saat ini belum jelas, apakah petugas lapangan tersebut benar-benar bekerja sesuai tupoksinya ataukah sebaliknya.
g. Penguatan kapasitas kelembagaan Resort
Ujung tombak perlindungan dan pengamanan kawasan hutan secara kelembagaan berada di unit terkecil yaitu Resort. Pada tahun 2015, telah dialokasikan anggaran untuk operasional resort pengelolaan yang bersumber dari Ditjen KSDAE.
Akhirnya kita bisa berharap, semua usaha dan upaya Balai Besar TNBBS untuk melestarikan satwa dan habitatnya di Bumi Nusantara, bisa berjalan dengan baik dan lestarinya flora dan fauna langka yang merupakan situs warisan dunia di TNBBS.