Sukaraja, 21 April 2017. Bertepatan dengan hari Kartini tanggal 21 April 2017, Balai Besar TNBBS bersama mitra kerja antara lain Balai KSDA Bengkulu Lampung; Direktorat KKH; Pusat Konservasi Elang Kamojang (PKEK); RPU YABI TNBBS; WCS – IP; WWF BBS; Unila Pili; serta Pemerintah Daerah Kabupaten Tanggamus melaksanakan pelepas liaran 2 ekor Elang Brontok (Nisaetus cirrhatus). Pelepas liaran dilaksanakan di Resort Sukaraja atas SPTN I Sukaraja Taman Nasional Bukit Barisan Selatan.
Kedua ekor Elang Brontok (diberi nama Aming dan Cleo) diserahterimakan kepada Balai Besar TNBBS pada rangkaian kegiatan Kemah Konservasi Lampung 2017, dan disaksikan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Ibu Siti Nurbaya Bakar tanggal 2 April 2017 lalu. Sebelum diserah terimakan, kedua satwa ini dibawah pengawasan Pusat Konservasi Elang Kamojang (PKEK).
Bersamaan dengan kegiatan pelepasliaran satwa (Aming dan Cleo), diadakan sarasehan mengenai pelestarian satwa Elang, yang dikuti para mitra kerjasama dan masyarakat sekitar kawasan hutan TNBBS. Pusat Konservasi Elang Kamojang berfungsi sebagai pusat rehabilitasi bagi elang-elang hasil sitaan dan serahan masyarakat, sebelum dilepasliarkan kembali ke habitatnya, PKEK juga berfungsi sebagai media pendidikan lingkungan hidup dan penyadartahuan kepada masyarakat mengenai nilai penting keberadaan elang dan habitatnya di Indonesia
Pasca proses pelepasliaran, Aming dan Cleo akan terus dimonitoring secara intensif selama 2 minggu untuk menilai tingkat kemampuannya bertahan hidup, mencari pakan, terbang dan daya jelajah terbangnya. Proses monitoring dilakukan dengan menggunakan penanda yang dipasang ditubuh satwa berupa microchip dan wing marker kuning PKEK 18 (Aming) dan microchip dan wing marker kuning PKEK 17 (Cleo).
Upaya menjaga dan melestarikan kekayakan keanekaragaman hayati dan sumber daya alam, tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah tetapi diperlukan keterlibatan para pihak dari berbagai kalangan masyarakat.
Semoga kegiatan yang telah dilakukan ini menjadi “Triger” bagi upaya konservasi elang dan habitatnya di sumatera sehingga dapat memberikan kesempatan kepada masyarakat memperoleh pengetahuan, keterampilan dan sikap yang pada akhirnya dapat menumbuhkan kepedulian, komitmen untuk melindungi, memperbaiki serta memanfaatkan lingkungan hidup secara bijaksana, turut menciptakan pola perilaku baru yang bersahabat dengan lingkungan hidup, mengembangkan etika lingkungan hidup dan memperbaiki kualitas hidup.
Elang Brontok (Cleo), sesaat sebelum di lepasliarkan di kawasan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan.
(HUMAS BBTNBBS 2017).
Statement :
1. Arief Rubianto Manajer Perlindungan YABI Wilayah Sumatera menyampaikan perlu dukungan dari masyarakat sekitar kawasan TNBBS, untuk lebih bijaksana dalam penggunaan lahan. Hal ini juga untuk mengurangi pendatang dari daerah lain yang meSmbuka lahan di dalam kawasan TNBBS, karena hal ini akan memicu kegiatan illegal lainnya, seperti perburuan, illegal logging, illegal fishing, dan pencurian burung. Elang Brontok semakin terancam kelestariannya di Sumatera, dan TNBBS merupakan habitat Elang Brontok.
2. Noviar Andayani, Country Director WCS-IP mengatakan “Konflik manusia dan satwa liar semakin terbuka karena dampak proses pembangunan. Oleh karena itu WCS-IP sejak 1997 telah mengembangkan program penanganan konflik untuk mengurangi kematian satwa liar terancam punah, khususnya harimau sumatera dan gajah sumatera. Di sisi lain, perdagangan satwa liar terancam punah juga semakin marak. Salah satu program kunci dalam memerangi perdagangan satwa liar adalah program anti perdagangan hidupan liar (Wildlife Crime Unit), untuk mencegah diperdagangkannya hasil-hasil tindak kejahatan perdagangan satwa liar. Melalui kolaborasi parapihak, diharapkan perdagangan liar satwaliar diharapkan juga dapat tertangani, dan pekerjaan menyelamatkan TNBBS semestinya menjadi semakin ringan dalam mencapai tujuan pengelolaan yang optimal. Elang Brontok (Nisaetus cirrhatus) merupakan salah satu satwa liar yang diperdagangkan dan terancam punah, padahal Elang Brontok berfungsi sebagai top karnivor pada suatu ekosistem dan sebagai penyeimbang populasi ekosistem hutan”.
3. Job Charles Project Leader WWF Indonesia Southern Sumatra Program menambahkan “"Pemerintah harus memperhatikan pengelolaan jalan dalam kawasan konservasi yamg membuat satwa terisolasi dan punah. Keberadaan jalan ini perlu menjadi perhatian bersama. Untuk itu WWF indonesia sejak tahun 2009 telah melakukan kajian dan studi dampak serta menginisiasi forum pengelolaan jalan dalam kawasan konservasi. Salah satu dampak lanjutan dengan adanya jalan yang melintasi kawasan TNBBS adalah dapat meningkatkan terjadinya perburuan illegal, seperti perburuan satwa Burung Elang Brontok ini"
4. KEPALA BALAI BESAR TNBBS : MASIH MENUNGGU WA,
TERIMAKASIH MBAK NUI J